Pemprov Jawa Barat Berencana Bentuk Dewan Pengawas Pesantren
JawaPos.com–Pemerintah Provinsi Jawa Barat berencana membentuk Dewan Pengawas Pesantren (DPP). Keanggotaannya melibatkan banyak pihak, meliputi Kementerian Agama, kiai, sampai ormas Islam.
Menurut Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum, Dewan Pengawas Pesantren akan dibentuk menggunakan anggaran APBD Provinsi sebagai wujud komitmen Pemprov Jabar. ”Bukan berarti kami tidak percaya, tapi kami dengan penuh rasa taqdim (mendahulukan) atas nama pemerintah, demi kebaikan bersama. Kami akan membuat DPP yang tergabung dalam Majelis Masyayikh,” kata Uu seperti dilansir dari Antara.
Selain DPP, kata Uu, Tim Layak Santri pun harus menjadi prioritas. Tim tersebut nanti bersiaga di masing-masing pondok pesantren (ponpes) guna memastikan sarana dan prasarana ponpes layak dan mumpuni dalam penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar.
”Karena tidak menutup kemungkinan, kalau sarana dan prasarana tidak layak, takut ada hal-hal negatif dari kejadian-kejadian yang sudah-sudah,” ucap Uu.
Rencana strategis itu akan dibahas dan diputuskan bersama perwakilan dari setiap kabupaten/kota di Jabar. Dijadwalkan, rapat pembahasan dan keputusan rencana strategis digelar pada pekan ini di Gedung Sate, Kota Bandung.
”Minimal Rabu (15/12), kita undang utusan dari 27 kota/kabupaten di Jabar ke Gedung Sate untuk membicarakan masalah ini. Sehingga, kami tidak membuat keputusan sendiri, tetapi hasil kebersamaan dan kesepakatan dengan para kiai, termasuk di dalamnya kolaborasi dengan Kementerian Agama dan MUI Provinsi Jabar,” tutur Uu.
Uu yang juga Panglima Santri Jabar itu minta masyarakat, khususnya para orang tua yang anaknya menjadi santri di ponpes-ponpes, tidak terbawa stigma negatif akibat kasus pemerkosaan santriwati di Kota Bandung. Keberlangsungan aktivitas santri di ponpes di Jabar dilakukan secara terpisah dan terbatas, sehingga moral dan etika para santri tetap terjaga.
”Saya yakinkan ponpes di Jabar aman dan terkendali. Saya minta dan mohon kepada orang tua untuk tidak terbawa image yang menggoreng berita ini seolah-olah pesantren itu negatif. Orang tua jangan takut memasukkan anaknya ke ponpes. Yang sudah masuk ponpes pun, jangan merasa gerah,” ujar Uu.
”Insya Allah ponpes di Jabar yang berjumlah 1.500 dan jumlah santri sekitar 4,8 juta aman, terkendali, tidak akan ada apa-apa. Karena di pesantren laki-laki dan perempuan dipisah, termasuk guru laki-laki dan perempuan. Aktivitas sehari-hari juga ada pembatasan. Artinya, akan terjaga moral dan etika,” tambah wagub.
Selain itu, Uu juga mengklarifikasi bahwa kasus pemerkosaan santriwati di Kota Bandung tidak terjadi di ponpes, melainkan boarding school. Boarding school tidak bisa didefinisikan sebagai ponpes karena tidak mempelajari 12 ilmu yang menjadi dasar pembelajaran di ponpes.
”Kami atas nama komunitas pesantren menyayangkan terjadi semacam ini. Kita harus klarifikasi bahwa itu bukan di pesantren, tetapi di boarding school. Kalau pesantren ada proses belajar mengajar minimal 12 fan ilmu dari mulai tauhid, fikih, tasawuf, tafsir Quran dan hadits, nahwu, shorof, dan harus ada pembahasan kitab kuning. Kalau boarding school ini tidak termasuk pada definisi pesantren,” terang Uu.
Uu menambahkan, Pemprov Jabar akan mengambil langkah-langkah strategis dalam mencegah kasus serupa pada masa mendatang. Antara lain memperketat syarat pembangunan ponpes, pembentukan DPP, serta Tim Layak Santri.
Uu berharap semua pihak yang ingin mendirikan ponpes ataupun ingin menjadi pimpinan ponpes agar mendapatkan rekomendasi dari majelis ulama, ormas Islam, dan kiai setempat yang dianggap mursyid (ahli agama).
”Nanti dites, dilihat, apakah seseorang ini benar atau tidak memahami ilmu agama, bisa atau tidak nahwu shorof-nya, balaghah-nya, baca kitab kuning,” tutur Uu.
No comments:
Write comments