Saturday, November 27, 2021

Buy the Service demi Integrasikan Moda Transportasi di Surabaya

Buy the Service demi Integrasikan Moda Transportasi di Surabaya

Buy the Service demi Integrasikan Moda Transportasi di Surabaya -

JawaPos.com ‒ Perbaikan sistem transportasi massal di Surabaya terus dilakukan. Akhir tahun ini rencananya mekanisme pengelolaan transportasi darat dengan sistem buy the service (BTS) mulai dilakukan. Suroboyo Bus dengan rute barat-timur dipilih untuk menjajaki program tersebut.

BTS merupakan sistem pengelolaan sistem transportasi dengan mengutamakan kualitas pelayanan. Operator transportasi hanya berfokus pada pelayanan tanpa dibebani sistem kuno seperti kejar setoran. Yang selama ini menjadi masalah utama keengganan masyarakat beralih ke transportasi publik.

Melalui sistem baru tersebut, biaya operasional akan dibantu pemerintah. Dengan begitu, penetapan tarif bagi penumpang tetap ringan. Harapannya, minat masyarakat untuk beralih ke transportasi umum bisa meningkat.

Tahun ini Pemkot Surabaya menerapkan BTS untuk Suroboyo Bus. Itu merupakan program yang dibangun antara Pemkot Surabaya, Pemprov Jatim, dan Kementerian Perhubungan. Untuk tahap awal, ada satu rute yang menerapkan sistem BTS.

’’Penerapan rute dengan BTS akan dilakukan bertahap. Untuk 2021‒2022 ada satu rute yang dibuka. Lidah Wetan‒Karang Menjangan‒ITS PP,’’ ujar Irvan Wahyudrajad, kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Surabaya.

Berikutnya, rutenya ditambah menjadi lima pada 2022‒2023. Lalu, ditingkatkan lagi menjadi 11 rute. Tujuannya, menjangkau kawasan Karang Pilang, Ampel, hingga kawasan Pasar Turi yang nanti bisa terkoneksi dengan transportasi berbasis rel.

’’Memang semuanya disusun tidak hanya untuk mengoneksikan wilayah Surabaya, tapi juga daerah sekitar seperti Gresik dan Sidoarjo. Termasuk program pemprov yang akan membuat jalur angkutan berbasis rel yang menghubungkan kawasan aglomerasi dan Gerbangkertosusila,’’ ujarnya.

Melalui BTS itu pula, ke depan tercipta integrasi moda transportasi. Baik dengan darat maupun rel. Tujuannya, menghapus jarak dan meningkatkan interkoneksi dengan kawasan aglomerasi.

Sebagai pelengkap, sarana pendukung lain juga disiapkan. Misalnya, park and ride dan angkutan yang menjangkau lingkup lebih kecil atau feeder. ’’Untuk feeder, kita uji cobakan tahun depan dengan 36 armada. Trayeknya menggunakan lin yang sudah existing,’’ paparnya.

Sementara itu, perbaikan transportasi massal perkotaan bisa menekan jumlah penggunaan kendaraan baru di jalan. Sebab, tahun ini saja ada pertumbuhan hingga 15 persen. Tidak sebanding dengan penambahan jalan yang hanya 0,1 persen.

Kepala Dishub Provinsi Jatim Nyono menyatakan, rancangan sistem transportasi di Jawa Timur, khususnya Gerbangkertosusila, masih mengandalkan kendaraan berbasis rel. Karena itu, sebisanya angkutan lain terkoneksi dengan layanan rel tersebut.

Salah satu yang bakal direalisasikan adalah Surabaya Regional Railways Line (SRL). Yakni, rute layanan kereta yang menjangkau seluruh wilayah Gerbangkertosusila. Namun, dia mengatakan butuh waktu dan dana besar agar transportasi itu tercapai.

’’Paling tidak baru 2027 bisa dinikmati. Sementara lelang fisik baru bisa dilakukan 2025. Tentu angkutan berbasis rel akan menjadi masa depan transportasi massal di Surabaya dan daerah lain,’’ tuturnya.

Pihaknya pun terus mendukung bila BTS segera diterapkan di Surabaya. Dengan begitu, Jawa Timur tetap bisa mengejar ketertinggalan pada masa depan. ’’Nanti pemprov menerapkan BTS dari anggaran Pemprov Jatim. Akan bersinergi terkait BTS dan SBY Raya,’’ bebernya.

Dimulai dari Suroboyo Bus hingga Ambil Alih Trayek Angkot

PENERAPAN sistem buy the service (BTS) pada angkutan di Surabaya menjadi salah satu solusi untuk meningkatkan pelayanan transportasi umum bagi masyarakat. Namun, banyak pekerjaan rumah (PR) yang harus dilakukan pemerintah kota (pemkot). Salah satunya, mengatur pengambilalihan trayek angkutan kota (angkot) di Surabaya.

Pakar transportasi Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Dr Ir Hitapriya Suprajitno Meng menyatakan, angkot-angkot di Surabaya bukan BTS. Angkot harus menunggu penuh, baru berangkat. Selain itu, angkot adalah usaha milik pribadi, bukan perusahaan.

’’Angkot hanya mendapat izin trayek dan operasi. Risiko kerugian ditanggung sendiri. Akibatnya, jam keberangkatan tidak tentu. Padahal, pola penumpang sudah pasti,’’ katanya kepada Jawa Pos kemarin (27/11).

Jika itu dibiarkan, lanjut dia, tidak ada kejelasan jadwal keberangkatan yang pasti. Angkot hanya berangkat ketika sudah penuh.

Menurut dia, angkot yang baik itu ada atau tidak penumpang yang naik akan tetap berangkat sesuai dengan jadwal keberangkatan. Nah, salah satu caranya adalah BTS. ’’BTS ini sudah diterapkan di bus TransJakarta,’’ kata dia.

Seluruh trayek angkutan umum adalah milik pemerintah. Jadi, tidak ada orang yang punya hak main trayek sendiri agar frekuensi jam kendaraan terjamin. Karena itu, pemkot sebagai pemilik trayek angkutan umum dapat menerapkan BTS.

’’Pemkot mengontrak angkutan umum. Trayeknya dimiliki pemkot. Jadi, pemkot bisa mengatur jadwal keberangkatan angkutan umum secara tepat. Perusahaan fokus melayani penumpang dengan baik,’’ jelasnya.

Hitapriya menuturkan, penerapan BTS dimulai dari Suroboyo Bus. Sebab, Suroboyo Bus sudah hampir berjalan dengan baik. Apalagi, Surabaya adalah kota yang kecil. Mereka lebih nyaman naik sepeda motor. Berbeda dengan Jogjakarta, banyak mahasiswa yang tidak punya sepeda motor. Mereka pun memilih naik bus TransJogja. ’’Bus TransJakarta juga laku karena kotanya besar dan macet. Sementara di Surabaya, agak susah laku,’’ tuturnya.

Selain itu, tarif bus harus lebih murah dan disubsidi pemerintah. Nah, dalam menjalankan BTS, pemerintah harus banyak belajar. Salah satu tujuan BTS adalah cara untuk menyubsidi.

’’Jadi, pemerintah bayar perusahaan bus, mereka tidak boleh narik tiket selama mengoperasikan trayek. Nah, untuk mengawalinya, jangan langsung banyak dulu busnya,’’ kata dia.

Hitapriya menambahkan, pemerintah juga harus mengevaluasi akan menggunakan bus besar atau sedang. Di Jakarta menggunakan bus besar. Di Semarang menggunakan bus besar dan sedang, sementara Jogja bus sedang. Di lain pihak, Surabaya menggunakan bus besar.

’’Seluruh transportasi umum kota itu akan lebih mudah diubah menjadi BTS. Sebab, BTS harus milik perusahaan, bukan perorangan,’’ jelasnya.

Yang menjadi PR, angkot yang saat ini adalah milik pribadi. Sebab, mereka tidak mau diberhentikan. Yang harus dilakukan pemkot adalah menjadikan trayek angkot menjadi milik publik, bukan perorangan. Dalam hal tersebut adalah pemkot.

’’Kalau itu sudah diubah, baru angkot yang memiliki paguyuban tersebut didiskusikan bersama agar menjadi organisasi bisnis. Sebab, akan dikontrak BTS,’’ ujarnya.

Anggaran Surabaya Kalah Jauh dengan Semarang

TAK banyak lagi angkutan kota (angkot) yang melintasi jalanan Surabaya. Jumlahnya sudah menurun drastis dalam beberapa tahun terakhir. Kini transportasi massal yang dipelopori Hasyim Sarbini dan Masjuri itu tak banyak yang mengaspal. Angkutan publik yang kerap disebut lin (lyn) itu seakan lenyap. Kalaupun ada lin yang melintas, penumpangnya tak sampai penuh atau bahkan melompong.

Ragam jenis transportasi massal Kota Pahlawan tak hanya digambarkan dari banyaknya warna lin. Selain lin, ada beberapa transportasi massal yang pernah menyandang status primadona di masanya. Seperti oplet, angguna, hingga trem.

Wakil Ketua Komisi C DPRD Surabaya Aning Rahmawati mengatakan, sebetulnya dinas perhubungan (dishub) sudah memiliki konsep transportasi yang matang dan detail. Dia mengetahui konsep tersebut. Berdasar konsep yang diintipnya, ungkap Aning, feeder-feeder di RT telah disiapkan dishub. Namun, ada catatan yang diberikan Aning untuk urusan transportasi di Surabaya. ”Pemkot perlu memberikan perhatian lebih ekstra lagi terhadap transportasi. Coba dilihat dana untuk transportasi berapa? Buat Suroboyo Bus kecil sekali,” terangnya.

Aning membandingkannya dengan ibu kota Provinsi Jawa Tengah, Semarang. Kota Lumpia itu mempunyai transportasi massal yang diberi nama Trans Semarang. Tiketnya lebih terjangkau jika dibandingkan dengan Suroboyo Bus, yakni Rp 3.500 bisa muter se-Semarang. Sementara tiket Suroboyo Bus Rp 5.000 untuk sekali naik.

Aning pun menilai sikap Pemkot Surabaya jauh berbeda dengan Pemkot Semarang dari besaran anggaran angkutan umumnya. Anggaran Dishub Semarang Rp 250 miliar dan 80 persennya dialokasikan untuk Trans Semarang.

Lalu, bagaimana dengan Surabaya? Total anggaran Dishub Surabaya Rp 477 miliar pada 2022. Pemkot Surabaya hanya mengucurkan dana untuk Suroboyo Bus Rp 70 miliar. Tidak sampai 20 persen dari anggaran dishub keseluruhan. Jelas, untuk hal ini, Surabaya kalah jauh dengan Semarang.

Terpisah, William Wirakusuma, anggota komisi C lainnya, mengatakan bahwa pemkot akan mengalokasikan anggaran jasa feeder sebesar Rp 38 miliar pada 2022. Feeder itu bakal memperkuat Suroboyo Bus. Legislator dari Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) itu meminta kepada dishub untuk mengoptimalkan anggaran transportasi umum tahun depan. ”Saya usul headway feeder ini maksimal sepuluh menit,” ujarnya.

Armada feeder yang tersedia, lanjut William, harus dikonsentrasikan untuk mendukung satu atau dua jalur utama Suroboyo Bus yang paling ramai. Nah, apabila sudah berhasil, menurut dia, pemkot bisa menduplikasikan ke rute lainnya. Sehingga penggunanya tak perlu terlalu lama menunggu armada berikutnya.

RENCANA ANGKUTAN BTS DI SURABAYA:

Jumlah koridor: 6 koridor

Jumlah bus yang dioperasikan: 104 unit

Jenis bus: Lower deck 60 penumpang

Waktu tunggu tiap halte: 7–10 menit

Jam operasional: 05.00–22.00

Rencana rute BTS: Lidah Wetan–Karang Menjangan–ITS PP

Buy the Service demi Integrasikan Moda Transportasi di Surabaya

No comments:
Write comments

Get More of our Update